Jobnas.com – Sebagai Karyawan, kita harus memahami apa saja isi yang terkandung dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Pasalnya, undang-undang tersebut akan menjadi pedomanmu selama menjalani pekerjaan di suatu perusahaan.
Berbagai macam hak dan kewajiban dari perusahaan dan karyawan telah dituangkan di dalam undang-undang ketenagakerjaan atau UUK.
Hak dan Kewajiban bagi Pekerja
Mulai dari gaji, waktu istirahat, cuti, status pekerja, dan lain-lain, semua dijelaskan secara detail.
Terlebih, saat ini sedang marak-maraknya omnibus law RUU Cipta Kerja yang kabarnya akan disahkan oleh pemerintah dan akan mengubah beberapa poin yang berada di UU Ketenagakerjaan.
Nah, jika kamu karyawan baru atau belum mengetahui sama sekali apa saja yang dijelaskan di dalam UU tersebut, dalam artikel ini Jobnas akan menjabarkan beberapa poinnya untukmu.
Waktu Istirahat dan Cuti Karyawan
Untuk semua karyawan berhak untuk mendapatkan waktu istirahat di sela-sela jam kerja dari perusahaan serta waktu istirahat setelah seminggu bekerja.
Hal tersebut telah tertuang di dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 79 ayat 2 huruf b dan c.
Dalam pasal tersebut dijelaskan seperti ini:
Karyawan berhak mendapatkan waktu istirahat sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam bekerja yang secara terus-menerus.
Selanjutnya, di dalam huruf c dijelaskan bahwa karyawan berhak mendapatkan istirahat satu hari selama seminggu untuk 6 hari kerja atau dua hari untuk 5 hari kerja.
Dilansir dari Kompas, dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang baru menyebutkan bahwa istirahat hanya diberikan satu kali selama seminggu.
Jika RUU tersebut disahkan, otomatis libur dua hari per minggu akan menjadi kebijakan dari masing-masing perusahaan yang tidak diatur pemerintah.
Selain waktu istirahat, dalam Pasal 79 juga dijelaskan mengenai cuti. Dalam huruf c dijelaskan seperti ini:
Untuk cuti tahunan, minimal 12 hari kerja diberikan kepada karyawan setelah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus
Jadi, setelah 1 tahun bekerja di suatu perusahaan, kamu berhak menggunakan jatah cutimu untuk liburan sejenak.
Dengan demikian, cuti tahunan dapat timbul sebelum bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus, tergantung perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan. Hal tersebut juga sudah tertuang di dalam pasal 79 ayat 3.
Dilansir dari Hukum Online, ada perusahaan yang memberikan cuti tahunan kepada karyawan di tahun pertama seseorang bekerja, ada juga yang mendapatkan cuti 1 hari per bulan semenjak karyawan bekerja.
Dalam kata lain, cuti tahunan diberikan kepada perusahaan sesuai perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama selama tidak merugikan hak pekerja, yaitu minimal 12 hari per tahun, setelah 1 tahun bekerja.
Gaji Karyawan
Masalah gaji semua juga sudah diatur di dalam UU Ketenagakerjaan.
Dalam UUK Pasal 1 angka 30 dijelaskan bahwa gaji atau upah adalah uang yang diberikan dari pengusaha sebagai imbalan kepada karyawan dan dibayarkan sesuai peraturan kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja.
Komponen upah karyawan juga telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan pasal 5 ayat 1.
Dalam PP tersebut, komponen upah terdiri atas:
- Upah tanpa tunjangan
- Upah pokok dan tunjangan tetap, atau
- Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap
Setiap para pekerja berhak mendapatkan gaji atau upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota seperti yang dijelaskan dalam Pasal 89 ayat 1 UU Ketenagakerjaan.
Sebagai contoh, kamu bekerja di Jakarta, dilansir dari Kompas, upah minimum provinsi (UMP) pada tahun 2020 di Jakarta sebesar Rp4.267.349.
UMP sendiri telah ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Wali Kota seperti yang dijelaskan di Pasal 89 ayat 3.
Baca Juga: Apa itu Inflasi? Berikut Penjelasan Lengkap beserta 4 Penyebab Terjadinya Inflasi
Perjanjian Kerja Karyawan
Secara garis besar, perjanjian kerja karyawan dalam UU Ketenagakerjaan dibagi menjadi dua, yaitu PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu).
Dalam hal ini kita akan bahas satu per satu dari kedua perjanjian tersebut, mulai dari jangka waktu kerja hingga proses perpanjangan kontrak.
1. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
PKWT atau yang biasa dikenal dengan pekerja kontrak biasanya akan dalam waktu yang tidak terlalu lama atau paling lama selama tiga tahun.
Seperti yang ada di dalam pasal 59 ayat 1 huruf a, b, c dan d, dijelaskan bahwa PKWT identik dengan pekerja yang sekali selesai atau bersifat sementara.
Dengan demikian, jenis perjanjian kontrak yang satu ini dapat diperpanjang sesuai dalam UU Ketenagakerjaan pasal 59 ayat 3.
Berikut ada beberapa penjelasan yang harus kamu ketahui mengenai PKWT:
PKWT hanya boleh dilakukan paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun (pasal 59 ayat 4 UUK).
Pengusaha yang memperpanjang status karyawan PKWT harus memberitahu secara tertulis kepada karyawan paling lama 7 hari sebelum masa kontrak berakhir (pasal 59 ayat 5 UUK).
Pembaruan PKWT tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya PKWT yang lama (pasal 59 ayat 6 UUK).
Karyawan kontrak atau PKWT dapat menjadi karyawan PKWTT jika ketentuan PKWT di atas tidak diterapkan oleh perusahaan.
Dengan sebagai contoh, total PKWT paling lama adalah tiga tahun. Jika lebih dari itu, otomatis kamu menjadi PKWTT atau karyawan tetap.
Akan tetapi, di kutip dari Tempo, Omnibus Law RUU Cipta Kerja bakal menghapus ketentual Pasal 59 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Jika itu disahkan, otomatis perusahaan bisa mempekerjakan pekerjanya dengan sistem kontrak kerja, tanpa ada batasan seorang pekerja bisa dikontrak.
2. Perjanjian kerja waktu tidak tentu (PKWTT)
Dalam pasal 60 ayat 1 dijelaskan bahwa PKWTT atau karyawan akan tetap dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama tiga bulan.
Dilansir dari Hukum Online, dalam praktiknya, kadang pekerja pada awalnya berstatus PKWT lalu diangkat sebagai PKWTT.
Sebelum diangkat PKWTT, pengusaha akan melakukan masa percobaan kepada karyawan.
Tenang saja, selama masa percobaan karyawan akan tetap digaji sesuai UMP atau UMK yang berlaku.
3. PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
PHK atau pemutusan hubungan kerja menjadi salah satu hal yang wajib dihindari oleh karyawan.
Pasalnya, dalam UU Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh karyawan dan akan langsung dikenakan sanksi PHK oleh pengusaha.
Menurut Pasal 158 ayat 1 UUK, berikut beberapa kesalahannya:
- Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang milik perusahaan
- Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan
- Mabuk, meminum minuman keras, narkoba di lingkungan kerja
- Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasikan, kecuali untuk kepentingan negara
Karyawan akan langsung di-PHK oleh perusahaan jika melakukan kesalahan-kesalahan berat di atas dan didukung dengan bukti sebagai berikut:
- pekerja/buruh tertangkap tangan
- Dengan ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan
- Bukti lain berupa pelaporan dan didukung oleh saksi setidaknya ada dua orang.
Dengan demikian, seperti disebutkan dalam Pasal 158 ayat 3, karyawan yang di-PHK atas alasan-alasan di atas berhak menerima uang penggantian hak yang harus diterima.
Uang penggantian tersebut meliputi cuti tahunan yang belum diambil atau gugur, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan lain-lain (Pasal 156 ayat 4).
Demikian penjelasan singkat mengenai beberapa poin UU Ketenagakerjaan yang wajib kamu ketahui, sebagai pekerja ataupun baru terjun ke dalam dunia kerja.
Sudah ada gambaran mengenai UU ini?